Kata sukses tentu tidak asing dan sudah sering didengar dalam keseharian. Untuk memuji, mendoakan atau hal lain yang tidak jauh dari itu.
Istilah sukses selalu dilekatkan pada seseorang yang dalam perjalanan hidupnya berusaha untuk mencapai hal tertentu dan pada suatu waktu apa yang dupayakannya tercapai.
Walaupun sejauh ini ia lebih terkonotasi pada pencapaian yang bersifat materi atau kekayaan. Karena memang kekayaan inilah yang paling mudah untuk diukur.
Termasuk di Madura, kata sukses juga bukan hal yang jarang diucapkan. Bahkan, saat ini kata sukses hampir menghilangkan penggunaan kata pojhur.
Pojhur, kurang lebih semakna dengan untung. Dan itu berbeda dengan sukses atau berhasil yang hampir berpadanan dengan hasèl.
Para orang tua dahulu, di Madura mendoakan anaknya yang hendak merantau dengan ucapan “malar mandhâr èparèngna pojhur” (semoga diberi keberuntungan) atau, jika sudah sukses di perantauan, “alhamdulillah, èparèngi (diberi) pojhur“, kata pojhur tetap dipilih.
Pojhur, dalam penggunaannya adalah hal yang paling diharap oleh orang Madura. Karena betapapun hebatnya seseorang pasti kalah dengan seorang yang pojhur atau beruntung.
Mereka menganggap bahwa kapojhurân tidak bisa diupayakan, yang bisa hanyalah berusaha melakukan sesuatu dalam pekerjaan tertentu. Oleh sebab itu, kapojhurân selalu diharap, dan disyukuri ketika diberikan.
Kapojhurân juga sebagai bentuk pengakuan bahwa Tuhan adalah penentu segalanya, dan setiap pencapaian, semata bukan karena kuasa manusia.
Maka diksi pojhur tidak sekedar diksi, ia dipilih karena di baliknya mencipta kesadaran akan ketergantungan setiap tindakan kepada-Nya, juga membuat tetap terpiliharanya ketertautan antara manusia dengan Tuhan.
Karena kapojhurân tidak dapat dicapai, melainkan diberikan—oleh Yang Mahakuasa.
Tidakkah pojhur lebih menjadi pengingat akan siapa kita?**
**Abdul Kholisin, Mahasiswa Pascasarjana IAIN Madura.