Menu

Mode Gelap
Dewasalah Saudara Tua, AC. Milan Tesla Dahlan Iskan dan “Ejekan” untuk Giliraja

Sudut Pandang · 3 Sep 2022 23:11 WIB ·

Religiusitas di Balik Pojhur


 ilustrasi keberuntungan. (c) media.npr.org* Perbesar

ilustrasi keberuntungan. (c) media.npr.org*

Kata sukses tentu tidak asing dan sudah sering didengar dalam keseharian. Untuk memuji, mendoakan atau hal lain yang tidak jauh dari itu.

Istilah sukses selalu dilekatkan pada seseorang yang dalam perjalanan hidupnya berusaha untuk mencapai hal tertentu dan pada suatu waktu apa yang dupayakannya tercapai.

Walaupun sejauh ini ia lebih terkonotasi pada pencapaian yang bersifat materi atau kekayaan. Karena memang kekayaan inilah yang paling mudah untuk diukur.

Termasuk di Madura, kata sukses juga bukan hal yang jarang diucapkan. Bahkan, saat ini kata sukses hampir menghilangkan penggunaan kata pojhur.

Pojhur, kurang lebih semakna dengan untung. Dan itu berbeda dengan sukses atau berhasil yang hampir berpadanan dengan hasèl.

Para orang tua dahulu, di Madura mendoakan anaknya yang hendak merantau dengan ucapan “malar mandhâr èparèngna pojhur” (semoga diberi keberuntungan) atau, jika sudah sukses di perantauan, “alhamdulillah, èparèngi (diberi) pojhur“, kata pojhur tetap dipilih.

Pojhur, dalam penggunaannya adalah hal yang paling diharap oleh orang Madura. Karena betapapun hebatnya seseorang pasti kalah dengan seorang yang pojhur atau beruntung.

Mereka menganggap bahwa kapojhurân tidak bisa diupayakan, yang bisa hanyalah berusaha melakukan sesuatu dalam pekerjaan tertentu. Oleh sebab itu, kapojhurân selalu diharap, dan disyukuri ketika diberikan.

Kapojhurân juga sebagai bentuk pengakuan bahwa Tuhan adalah penentu segalanya, dan setiap pencapaian, semata bukan karena kuasa manusia.

Maka diksi pojhur tidak sekedar diksi, ia dipilih karena di baliknya mencipta kesadaran akan ketergantungan setiap tindakan kepada-Nya, juga membuat tetap terpiliharanya ketertautan antara manusia dengan Tuhan.

Karena kapojhurân tidak dapat dicapai, melainkan diberikan—oleh Yang Mahakuasa.

Tidakkah pojhur lebih menjadi pengingat akan siapa kita?**

*Sumber Gambar.

**Abdul Kholisin, Mahasiswa Pascasarjana IAIN Madura.

Artikel ini telah dibaca 109 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Sebuah Hipotesa tentang Asal Muasal Kerusakan Sesuatu

18 Oktober 2022 - 19:01 WIB

Ongky Arista UA

Meneroka Konsep Komunikasi Positif Bupati Baddrut Tamam

14 September 2022 - 21:53 WIB

Ongky

Genealogi Nalar Egois

1 September 2022 - 09:58 WIB

UKW sebagai Narasi Kritik Kerja Jurnalistik “Saya”

27 Agustus 2022 - 21:18 WIB

Kritik

Penjaga Toko, Dosen, dan Kendali di Tangan Anda

28 Mei 2022 - 16:45 WIB

Dewasalah Saudara Tua, AC. Milan

25 Mei 2022 - 16:02 WIB

Marco Materazzi dan Rui Costa pada derby Milan di perempat final Liga Champions 2004-2005. (c) squawka
Trending di Sudut Pandang