Siang itu, sekitar pukul 13.00 WIB, seorang teman kantor mengeluh lapar. Kemudian teman yang lain juga mengeluh sama.
Keduanya pun segera berunding siapa yang akan berangkat untuk membeli makanan keluar.
“Pakai uang saya, kamu yang berangkat,” kata salah seorang teman. Sambil menyodorkan uang.
“Pakai uang saya, kamu saja yang berangkat,” jawab teman satunya. Juga sambil menyodorkan uang.
Keduanya saling menatap. Keduanya tampak malas keluar untuk membeli makanan. Akhirnya, keduanya tidak menemukan jalan keluar hingga beberapa jam. Sama-sama punya uang namun malas untuk keluar kantor. Padahal, jarak dari kantor ke warung makan hanya dua kilometer. Ditempuh dengan sepeda motor hanya beberapa menit saja.
Karena tidak kunjung selesai berunding, pada akhirnya mereka memilih untuk memanfaatkan aplikasi gofood untuk memesan makanan.
Mereka pun tidak perlu berunding lagi. Tidak perlu keluar kantor. Beberapa menit kemudian, makanan yang mereka pesan datang. Mereka tinggal membuka pintu kantor. Membayarkan sejumlah uang. Untuk ongkos jasa dan harga makanan yang dipesan.
Mulai saat itu saya sadar, bahwa kemajuan tekhnologi, yang meniscayakan kemudahan cara berinteraksi dan beraktifitas, juga dapat menjebak seseorang pada kemalasan yang akut.
Dan sejak saat itu pula saya sadar, bahwa kemudahan yang dibawa tekhnologi dan jaringannya memang diciptakan untuk mendukung pola hidup orang-orang malas.(*)
*penulis adalah Ongky Arista UA